Enak Sekali Bercinta Dengan Teman Ku

Enak Sekali Bercinta Dengan Teman Ku

Sudah beberapa kali aku melihat smartphoneku, tapi tetap saja aku tidak percaya dengan apa yang kulihat: sebuah foto yang menampilkan diriku sedang berjalan di koridor rumah sakit tempatku bekerja. Foto itu sebenarnya biasa saja, tapi yang membuatku merasa deg-degan adalah fakta bahwa foto itu diambil dan dikirim oleh seseorang yang tidak seharusnya berada di sana.

Dia adalah teman saya di Facebook. Saya belum pernah bertemu dengannya karena selama ini hanya ngobrol lewat Facebook Messenger saja. Jangankan ketemuan, dengar suaranya via telepon saja belum pernah. Saya sendiri memang membatasi jalur komunikasi.

Aku selalu menolak ketika ada teman Facebook yang meminta nomor HP, id LINE, atau pin BBM. Apalagi jika yang meminta adalah cowok seperti dia: sesama anggota grup penulis dan pembaca cerita dewasa.

Aku tak ingat bagaimana kami pertama kali bertemu, yang kuingat hanya belakangan ini kami sering berbincang dengan penuh semangat. Setiap malam kami saling mengobrol dan membahas berbagai hal, termasuk topik yang sensitif seperti seks. Semuanya dimulai dari berbagi cerita tentang cerpen dewasa yang kami sukai, dan dari situlah obrolan kami berlanjut ke imajinasi seksual yang kami berdua miliki.

Aku bukanlah perempuan yang bodoh dan tidak peka terhadap sinyal ketertarikan dari seorang cowok. Ketika aku memberikan sedikit isyarat, dengan jelas dia mengungkapkan bahwa dia kagum padaku. Dia mengatakan bahwa aku cantik dan memiliki kepribadian yang menggemaskan. Bahkan, dia mengakui bahwa aku telah menjadi fantasi seksualnya beberapa kali.

Aku merasa sangat terhormat mendengar pengakuannya. Siapa sih cewek yang tidak senang dipuji dan dipuja? Namun, itu tidak berarti aku bisa dengan mudah menerima kehadiran cowok yang selama ini melakukan masturbasi sambil melihat fotoku, kan?

Sekali lagi, aku melihat foto diriku di dalam buble chat Facebook Messenger. Aku masih belum membalas chat darinya, bingung dengan kata-kata yang ingin aku ketik. Lima menit berlalu begitu cepat, hingga akhirnya dia mengirim chat lagi.

Selamat kerja sayang… Pulang kerja kita ketemuan di cafe seberang rumah sakit ya..

"Ugh, dia bikin panik aja dulu, sekarang tiba-tiba panggil aku sayang dan suruh ketemu. 

Aku balas chatnya dengan tanya, 'Kamu mau apa?' 

Dia jawab, 'Mau ketemu sama bidadari yang selalu muncul di mimpiku setiap malam.' 

Aku bengong dan gak balas lagi. Akhirnya dia gak ngirim pesan lagi sampe shift kerjaku selesai jam 6 sore."

"Masih di sini, Dokter?" tegur senior saya saat saya sedang melamun menatap keluar jendela, ke arah kafe tempat dia berada.

"Iya, sebentar lagi Dok," jawab saya sambil menyimpan perlengkapan makeup ke dalam tas.

"Tumben kamu dandan cantik banget sore ini? Mau kemana?" tanya senior saya lagi. Saya merasakan nada cemburu dalam bicaranya.

Dokter Chandra adalah seorang yang sangat menyukai diriku. Bukan hanya aku yang mengetahuinya, tapi juga seluruh staf di rumah sakit ini. Mereka semua bisa melihat betapa gigihnya dia berusaha mendapatkan hatiku. Namun, sayangnya hatiku tidak merasakan hal yang sama. Aku tidak pernah mencintainya, meskipun juga tidak membencinya atau menjauhinya. Hubungan kami hanya sebatas menjadi dekat selama 2 bulan, kemudian berakhir begitu saja. Jika memang tidak cocok, tidak ada gunanya memaksakan hubungan yang tidak akan berjalan dengan baik.


"Saya akan bertemu teman di kafe depan, Dok," jawab saya sambil tersenyum.

"Teman siapa nih?" tanya dokter Chandra dengan nada bercanda. Namun, candaannya justru membuat suasana menjadi canggung.

"Saya hanya bertemu teman biasa, Dok. Tidak ada yang istimewa," jawab saya mencoba mengembalikan suasana menjadi santai.

"Baiklah, semoga kamu bersenang-senang ya!" ucap dokter Chandra.

"Terima kasih, Dok. Sampai jumpa besok!" ucap saya sambil berpamitan.

Baru saja keluar dari ruang dokter, aku langsung menyesal. Kok tadi aku bilang mau ketemu teman di cafe depan ya? Sekarang nggak ada pilihan lain, aku harus ke sana karena mata dokter Chandra terus mengawasi setiap langkahku, memastikan bahwa aku benar-benar pergi ke cafe dan tidak berbohong padanya.

Dari seberang jalan, cafe di depanku tiba-tiba terlihat begitu menakutkan. Seperti mengirimkan pesan bahwa aku tak berdaya dan tak berarti di hadapannya. Perasaan cemas melanda dadaku dan aku pun terburu-buru saat menyeberang, seolah-olah takut dipermainkan oleh takdir yang kejam.

‘TIIIINNN!!!’

Saat aku tengah asyik berkhayal, tiba-tiba terdengar suara klakson motor matic dari belakang mobil yang membuatku terkejut. Aku segera melihat sekeliling dan ternyata semua orang menatapku, termasuk beberapa staf rumah sakit dan dokter Chandra. Aku merasa cemas, jika orang-orang di seberang jalan saja melihat, bagaimana dengan pengunjung di kafe ini? Apakah dia juga melihatku? Aku merasa terjebak dan tidak bisa kabur dari situasi ini.

Aku dengan semangat mendorong pintu cafe dan melangkah masuk. Dentingan 3 lonceng kecil menggema saat pintu terbuka, seolah-olah menyambut kedatanganku dengan hangat. Begitu aku melihatnya, hatiku langsung berdebar-debar dan aku segera mendekatinya, dia yang begitu menginginkan kehadiranku..

Dia dengan ramah mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, sambil mengucapkan 

"Hai.." dengan senyum yang hangat. Aku dengan senang hati menyambut tawarannya, menunjukkan sopan santun.

Kami tidak saling menyebutkan nama seperti orang yang baru bertemu. Bahkan setelah 30 detik aku duduk, kami masih terdiam tanpa berbicara. Aku melihatnya, dia persis seperti yang ada di foto profil Facebooknya. Meskipun tidak tampan, untungnya dia juga tidak jelek. Badannya juga tidak ideal, meski dia duduk dengan postur yang tegak.


"Dapat bertemu langsung denganmu sungguh menyenangkan!" ucapku dengan gembira. Dia akhirnya memecahkan keheningan.

"Aku malu nih haha.." kataku jujur sambil menunduk dan menggelengkan kepala.

"Kenapa malu?" tanyanya heran. "Kamu kan waktu chat selalu ceria, polos, jujur, dan tidak munafik."

Yaa.. sebenarnya begitu... Aku terlalu jujur denganmu," jawabku dengan ragu. "Mungkin aku berani seperti itu karena menganggapmu hanya sebagai teman di dunia maya... Sekarang, dengan kehadiranmu di sini, aku merasa bingung harus bertindak bagaimana."

Setelah aku mengucapkan itu, dia tersenyum dengan senang, "Jadi itu sebabnya kamu tidak pernah mau memberikan nomor HPmu ya."

"Menurutku sih, di chat aja omongannya udah vulgar, apalagi kalau dikasih nomor HP!" jawabku dengan nada tegas.

Tiba-tiba, dia melepaskan tawa. Tawanya terdengar ceria dan puas.

"Apa yang membuatmu tertawa?" tanyaku dengan nada kesal.

"Jangan terlalu kaku, deh," katanya memberikan saran. "Santai saja..."

"...supaya lebih mudah mengerti?" lanjutku. Kami berdua tertawa. Itu adalah salah satu lelucon kotor yang sering kami lemparkan saat sedang chatting.

Setelah tawa kami mereda, dia melemparkan senyuman. Matanya menatap mataku dengan lama. Aku bahkan bisa melihat bayanganku terpantul di bola matanya yang hitam.

"Kamu persis seperti apa yang aku bayangkan selama ini," katanya sambil meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiriku yang terletak di meja.

Mendengar kalimat itu, pikiranku langsung melayang ke cerita tentangnya yang selalu menggambarkanku sebagai pasangannya di ranjang. Apakah seharusnya aku menghentikan tangan ini yang sedang bertumpu di atas meja?

Saat aku hanya diam dan tidak berusaha menarik tangannya, dia bertanya dengan penasaran, "Kamu gak takut sama aku kan?" Segera aku mengambil napas dalam-dalam untuk mengumpulkan keberanianku dan menjawab pertanyaannya.

"Takut? Tentu saja tidak." Aku berbicara dengan suara pelan. Meskipun kami duduk di sudut kafe, aku masih khawatir ada pengunjung yang bisa mendengar percakapan kami. "Tapi, kamu sering bercerita tentang hobimu yang hardcore saat ML dan beberapa kali kamu membayangkan aku di-gangbang. Itu gila, tahu tidak?"

"Demi kejujuran, aku hanya ingin menjadi jujur denganmu," jelasnya sambil tersenyum manis. "Meskipun aku terkadang kasar, itu tidak berarti aku datang ke sini dengan niat melecehkanmu, kan?"

"Lalu, apa tujuan sebenarnya kamu datang ke sini?" tanyaku langsung.

"Dikau menginginkan aku melakukan apa?" tanyanya balik. Pikiranku langsung melayang pada preferensi seksualnya. Dia tersenyum melihatku bungkam tanpa menjawab.

"Tiba-tiba dia bertanya, 'Kamu jarang melakukan ML ya?' Aku memang belum pernah membicarakan kehidupan seksualku, hanya dia yang suka berbagi cerita. 'Kalau aku boleh menebak, kamu hanya tahu tentang seks dari cerpen-cerpen dewasa yang kamu baca kan?'"

Aku terdiam memerhatikan tebakannya.

"Ketika diam, kamu setuju," ujarnya sambil melanjutkan. "Namun, kamu memiliki ketertarikan pada topik seksual. Oleh karena itu, kamu sering membaca cerita dewasa, memiliki akun di forum dewasa, dan bergabung dengan grup cerita dewasa... Bahkan, kamu bertemu denganku dengan harapan ada sesuatu yang terjadi antara kita, bukan begitu?"

Pikiranku dengan tegas menolak tuduhannya. Namun, anehnya, bibirku tetap terkatup erat seakan menolak untuk bicara.

“Hanya perkiraanku saja,” lanjutnya. “Tapi sejujurnya, aku terkejut kamu mau bertemu denganku di kafe ini...

“Aku berpikir setelah tiba-tiba aku mendatangi kamu dan mengambil foto kamu, kamu akan merasa takut, kemudian menjauhi aku dengan diam-diam keluar melalui pintu belakang rumah sakit dan memblokir akun Facebook-ku.”

"Saya bingung juga mengapa saya datang ke sini untuk bertemu denganmu," ucap saya dengan lega. Akhirnya saya bisa mengeluarkan kata-kata dari mulut saya. "Sebenarnya, saya sangat takut ketika kamu mengirimkan foto saya tadi siang."

Dia berkata, "Aku tahu alasanmu datang ke kafe ini. Kamu percaya padaku, kan?"

Dengan penuh usaha, dia mencoba menenangkanku, "Seperti yang sudah kubilang sebelumnya, aku selalu jujur denganmu. Aku datang dari jauh hanya untuk mengunjungi rumah sakit tempat kamu bekerja sebagai dokter PTT di lokasi terpencil. Aku ingin bertemu denganmu secara langsung, mendengar suaramu, dan melihat pipi chubbymu."

“Yakin cuma mau itu doang? Gak mau lihat yang lain?” tanyaku menggoda.

Dia tertawa. "Kalau dikasih ya aku gak nolak hahaha..." kata-kata itu terlontar dari bibirnya dengan riang. Belum sempat aku mengejeknya, cowok di depanku ini melanjutkan dengan ucapan yang membuat hatiku meleleh. "Aku cuma mau ketemu kamu. Titik. Terima kasih banget kamu sudi menemui aku, sekarang aku ngikut maunya kamu aja."

New Post >> "Istri Sudah Lama Tidak Berhubungan Sex"

New Post >> "Kisah Selingkuh Dengan Calon Mertuaku"

Saat mendengar kata-katanya, hatiku berbunga-bunga. Aku merasa begitu istimewa karena dia hanya ingin bertemu denganku. Dia menawarkan dirinya dengan tulus, tanpa pamrih. "Kamu mau aku pergi, aku akan pergi. Cuma yaa... tentu aku akan sangat bahagia sekali kalau kamu mau menemaniku malam ini," lanjutnya dengan penuh harap.

Tawanya yang riang dan kata-katanya yang penuh perhatian membuatku tak bisa menolaknya. Aku tersenyum dan mengangguk setuju. Malam ini, aku akan menghabiskan waktu bersamanya, menikmati kebersamaan yang begitu berharga.

“Nemenin apa nenenin?” aku meledek.

"Hahaha..." dia tertawa. Lagi-lagi candaan yang sering kami gunakan saat chatting tengah malam.

"Intinya aku cuma berusaha. Aku datang ke jauh-jauh ke lokasi terpencil ini, tapi toh pada akhirnya kamu yang memutuskan untuk menemuiku di cafe ini kan?

"Begitupun nanti, maaf kalau aku menggoda kamu karena aku selamanya akan menjadi cowok yang naksir kamu," katanya. "Tapi kamu yang akan menentukan hasil akhirnya akan menjadi seperti apa."


Semua keputusan ada di genggamanku. Tanganku masih memegang erat seperti tak ingin melepaskan. Tiba-tiba, seorang pelayan menghampiri meja kami dengan sopan dan bertanya apakah dia boleh mengambil cangkir kosong. Pria di hadapanku memberikan izin sambil memesan air mineral yang tidak dingin. Pelayan itu kemudian menoleh ke arahku dan bertanya apakah anda ingin memesan sesuatu. Karena sering datang ke sini, dia mengenali saya dengan baik.

"Lemon tea satu," jawabku tanpa mengalihkan pandangan. Aku menatap langsung ke wajah tampan cowok yang memegang erat tanganku.

"Pesanannya akan saya ulang: ice lemon tea satu, air mineral tanpa dingin satu," kata pelayan dengan pasti. "Pesanan kalian akan segera diantar dalam waktu maksimal 10 menit."

"Kamu mau minum apa?" tanya dia setelah pelayan pergi.

"Apa alasannya?" tanyaku balik.

"Tidak apa-apa," dia tersenyum. "Aku senang karena itu berarti kamu mau menemaniku."

"Aku lemah terhadap pria yang gigih," kataku sambil merasa malu.

"Seperti Dokter Chandra?" godanya.

"Aku rasa aku terlalu banyak bercerita padamu, ya?"

Tanpa kami sadari, waktu berlalu begitu cepat selama 4 jam dan 2 gelas ice lemon tea habis diminum. Aku berharap setelah memberikan sinyal hijau, dia akan segera memulai aksinya untuk membuatku tertidur. Namun, ternyata kami hanya mengobrol santai tanpa membahas hal-hal yang berbau seks. Meskipun begitu, dia berhasil membuatku tertawa beberapa kali dan ternyata dia memiliki sisi humoris yang menyenangkan.


Ketika aku melihat jam di pergelangan tanganku, dia bertanya: "Sudah mau pulang?"

"Iya sudah jam sepuluh lewat. Cafenya juga sebentar lagi tutup," jawabku.

"Mau kuantar?"

"Ga usah. Kontrakanku cuma 10 menit jalan kaki kok dari sini. Justru harusnya aku yang nganterin kamu."

"aku Anterin ya?" "Katanya belum cari hotel? Yuk aku bantu cariin."

Aku tidak bisa berkata" lagi.

“Anterin aku?”

Wah, kamu sungguh luar biasa ya! Kamu cantik, lucu, baik, dan pintar. Kamu benar-benar cewek ideal banget. Aku merasa pipiku memerah karena kata-katamu yang menyenangkan.

Hanya tinggal satu kamar lagi dan bapak harus check-out maksimal jam 11 siang karena besok sudah dipesan untuk jam 12. Apakah bapak tertarik?" kata seorang resepsionis hotel dengan ramah kepada kami. Karena sudah larut malam dan sepertinya ini satu-satunya kamar yang masih tersedia, kami pun setuju. Bapak tersebut kemudian membayar kamar tersebut dengan senang hati.

"Kok hotelnya penuh banget ya?" tanya dia sambil menekan pin kartu debitnya di mesin EDC.

“Lagi ada munas partai nih, jadi banyak tamu yang datang.”

“Ohh… Makanya banyak bendera partai di pinggir jalan.”

“Ini kuncinya,” kata si resepsionis dengan ramah. “Ayo, saya antar bapak-ibu ke kamarnya.”

Entah mengapa, aku malah mengikuti resepsionis itu ke lantai paling atas. Padahal sebenarnya aku bisa saja pamitan dengannya di lobi hotel dan pulang ke kontrakan.

Setelah menunjukkan beberapa perlengkapan kamar dan memberikan beberapa tips, resepsionis itu pergi meninggalkan kami di dalam kamar hotel yang nyaman. Aku terdiam di ujung tempat tidur, memandangi dirinya yang dengan hati-hati memasang rantai pintu kamar.

Situasi ini sungguh mengkhawatirkan. Jika aku hanya diam, dia pasti akan mencoba menggoda aku untuk tidur dengannya. Tanpa ragu, aku segera bangkit untuk mengucapkan selamat tinggal. Namun, tiba-tiba tangan kanannya dengan cepat meraih daguku dan memberikan ciuman yang tak terduga di bibirku.

"Mmmhhhh..." seketika energiku menguap begitu saja. Tas tanganku terlepas dan lututku menjadi lemas. Dia pasti masih mengingat ceritaku tentang betapa mudahnya tubuhku terangsang. Bahkan hanya dengan ditiup di telinga atau digigit di belakang leher, saat dicium saja aku langsung luluh..

Aku melihat diriku tergelincir, dan dengan cepat aku meraih pinggangku untuk menjaga agar tubuhku tidak jatuh. Sementara itu, tangan kananku yang sebelumnya meraih daguku, kini turun dan memijat lembut dadaku. Semua ini dilakukannya sambil terus memberikan ciuman yang dalam..

Aku tak bisa menampik betapa aku menikmati ciumannya. Rasanya begitu kuasa, namun tak pernah kasar, membuatku tak bisa menolak saat lidahnya menyentuh bibirku dengan lembut.

Tiba-tiba, tangannya menyelinap ke balik baju! Aku tidak tahu kapan kancing kemejaku terlepas, yang pasti sekarang tangannya sibuk meremas bra yang menutupi payudaraku. Dengan keahlian yang luar biasa, dia dengan mudah melepas pengait bra di punggungku hanya dengan satu tangan. Tak lama kemudian, puting kiriku menjadi permainan bagi tangannya yang lain.


Aku tak kuasa menahan serangannya yang begitu tiba-tiba. Aku hanya bisa pasrah saat dia akhirnya meletakkan tubuhku lemas di atas kasur dan dengan cepat melepaskan semua pakaianku hanya dalam waktu satu menit. Oh, mengapa aku menjadi begitu lemah ini?

New Post >> "Ngentot Dengan Kakak Dan Adik Kandungku"

New Post >> "Cerita Seks Saya Dengan Teman Suamiku"

Baru saat tubuhku terbuka tanpa cela dan dia melepaskan ikat pinggangnya, aku merasa bebas untuk bergerak. Mungkin karena dalam hatiku ada kekhawatiran bahwa dia akan menggunakan ikat pinggang itu untuk menyakiti dan bermain kasar denganku. Aku bangkit, menggenggam erat tangannya yang memegang sabuk, lalu berlutut di hadapan selangkangannya. Dengan tangan kiriku, aku melepaskan sabuk itu hingga jatuh ke permukaan karpet hotel, lalu meremas rambut dan kepala dengan penuh gairah.

“Aku emut aja ya?” tanyaku. “Kita jangan ML. Aku takut.”

“Terserah kamu sayang..” jawabnya tak tahan.

Saya takut melakukan hubungan seks dengannya. Mereka takut dia melakukan pelanggaran seksual, menderita penyakit kelamin, atau hamil. Banyak hal yang menakutkan saya. Akibatnya, saya percaya bahwa jika saya dapat memuaskannya, bahkan hanya dengan berhubungan seks oral, dia akan puas dan saya dapat pergi.

Sekarang celana jeans dan boxernya hilang. Menanti servis dari mulutku, penisnya mengacung tegak. Perlahan-lahan, aku jilat bagian pangkalnya sampai ke kepala penisnya. Lidahku tidak memiliki rasa atau bau yang aneh. Tampaknya dia adalah salah satu dari mereka yang secara teratur menjaga kebersihan kelaminnya.

Kuusap seluruh "palkon"-nya dengan lidah, lalu kumasukkan kejantanannya ke dalam mulutku hingga mentok ke tenggorokan. Kuhisap pangkalnya sambil kutarik keluar dari mulutku hingga ke ujung, kemudian kuemut sebentar kepalanya, lalu kumasukkan lagi ke dalam mulutku hingga mentok. Kuhisap, kutarik, kuemut, kumasukkan hingga mentok. Sampai dia mendesah kenikmatan, itu berlanjut.

Dia bergumam dengan tidak jelas, "Sssshh.. muka innocent kamu tapi jago banget nyeponggggghhhh."

Saat aku membantunya mengocok penisnya dengan tanganku, ocehannya semakin tidak jelas. Memaju-mundurkan mulutku dengan cepat, kedua tangannya memegang erat kepalaku. Sekarang dia memperkosa bibirku. Tangan saya memegang kepala saya dengan lebih cepat dan lebih cepat, hingga akhirnya, PLOP!

"Aaahhh." erangnya sambil melepaskan zakarnya dari mulutku. "Sangat menyenangkan, sayang."

Aku menunggu dengan was-was, mempersiapkan diri untuk dihujani sperma di wajahku.

Namun, dia tidak ada. Sepertinya dia tidak mau keluar.

Dia malah mencium bibirku singkat sebelum menuntunku untuk berdiri dan membelakanginya saat saya bangkit dari kasur. Aku akhirnya terjatuh di tepi ranjang dengan sedikit dorongan di punggung.

"Jangan dimasukin! Tolong!" pintaku, menoleh ke arahnya. Saya masih tidak bergerak.

"Tenang saja, sayang," jawabnya sambil berlutut dan mengoral vaginaku dari belakang.

"Aaaaahhh." Aku merasakan getaran yang luar biasa saat aku merasakan lidahnya mengalir di bawah sana.

Lidahnya bergerak ke seluruh bagian vaginaku, membelah celah kewanitaanku. Tak mampu menahan dorongan, saya langsung menekuk tangan saya hingga saya hanya bertumpu pada kedua siku. Sekarang pinggulku semakin menantang untuk menungging.

Dia mulai memasukkan jarinya ke dalam vagina. Tidak terlalu dalam, tetapi aku dapat menikmati permainan jarinya sampai ke puncaknya. Saking nikmatnya, bulu kudukku merinding, tulang punggungku menekuk, dan air orgasmeku menyembur. Saya sangat malu!

Namun, tampaknya dia tidak memperhatikannya. Dengan cepat, lidahnya menyapu, menikmati seluruh cairan cintaku mengalir keluar darinya.

Satu jari tangannya kembali masuk ke vaginaku setelah "dicuci". Dia secara bertahap memaju-mundukan jari itu untuk menarik perhatian saya. Aku pasti hanya bisa mendesah ketika diperlakukan dengan cara itu.

Dia memasukkan penisnya ke dalam lubangku setelah mencabut jarinya dan berdiri. Jarinya membuka belahan vaginaku untuk mengapit kepala penisnya, dan ujungnya sekarang berada tepat di bibir vaginaku yang becek.

Penisnya masuk ke dalam vaginaku saat aku memundurkan pinggulku, seperti yang terhipnotis. Awalnya hanya ujung kepalanya, tapi aku ingin lebih. Aku terus mendorong ke belakang, dan batangnya akhirnya masuk ke dalam vaginaku. Kudorongnya ke belakang dengan kuat hingga ujung penisnya tertahan.

“Kamu…. masih perawan?” tersimpan keterkejutan yang luar biasa dalam pertanyaannya.

Itulah sebabnya aku merasa cemas selama ini. Meskipun ini bukan pengalaman pertama aku berada telanjang di depan seorang pria, namun selama ini aku hanya melakukan petting saja. Mantan-mantanku selalu puas ketika aku memberikan oral sampai mereka mencapai klimaks. Mereka menghormati keinginanku untuk menjaga keperawanan yang ingin aku berikan kepada lelaki yang pantas, yaitu suamiku di masa depan.

Penis itu masih setengah masuk ke dalam vaginaku saat dia memutuskan untuk menariknya. Tidak sepenuhnya ditarik keluar, lalu dengan perlahan dia memasukkannya kembali hingga menyentuh selaput daraku. Ditarik lagi, didorong lagi...

Rasanya begitu menggoda, meskipun mungkin hanya sebagian kecil dari penisnya yang berhasil masuk ke dalam vaginaku. Sungguh luar biasa. Hanya dengan merasakan ujung penisnya saja, aku hampir merasakan orgasme lagi. Tidak heran, tidak butuh waktu lama bagi tubuhku untuk kembali bergetar dan vaginaku terasa basah kembali.

"Mmmhhhh…." desahku.

"Nikmat, sayang?" tanyanya tanpa melepaskan penisnya.

"Hmm..mmhh" aku berusaha menjawab meski dengan terbata-bata. "Aku belum pernah merasakan orgasme sehebat ini."

"Ayo, aku akan memberikan yang lebih nikmat lagi!" katanya sambil tiba-tiba mendorong penisnya masuk, merobek selaput daraku.

"AAAAAAaahhhnnggggg!!!" aku menjerit kesakitan di vaginaku.

Tapi alih-alih merasa kasihan, dia justru semakin brutal memompa penisnya.

“Terus sayang! Jerit terus yang kencang! Aaahhh.. Aahhh.. Aaahh..”

Dia seperti setan. Kukunya menancap kuat di kedua bongkah pantatku. Bahkan sesekali dia menampar pantatku agar jepitan vaginaku semakin kencang.

PLAKK!! “Ouwhh.. terus sayang..!”
PLAKK!! “Jepitan perawan emang mantap banget banget!”
PLAKK!! “Jepit yang keras sayang. Peres kontol aku!”

Selama 15 menit, aku dijadikan objek nafsu birahi yang tak berdaya. Aku dipaksa dan diperlakukan seenaknya olehnya. Tentu saja, hatiku merasa terluka: keperawanan yang kucurahkan dengan tiba-tiba direnggut, dan kini tubuhku disiksa tanpa ampun, seolah-olah tak berarti apa-apa.

Namun, yang aneh adalah hatiku mungkin merasa sedih, tetapi tubuhku justru merasakan kepuasan. Setiap kali pantatku dipukul, otot vaginaku malah merespons dengan mengejang. Hal ini membuat penetrasi penisnya semakin terasa nikmat. Aku tidak percaya bahwa vaginaku bisa mencapai orgasme setelah diperawani dan digenjot dengan kasar. Ketika mulutku terkatup rapat karena kenikmatan, vaginaku semakin kuat mencengkeram penisnya dan membuatnya ikut mengerang keenakan.

“NNgggghhhhaaaaaahhh! Mantap! Hahahahahah!!!”Dia tertawa dengan penuh kepuasan saat melihat perubahanku yang sekarang. Seorang dokter muda yang sebelumnya polos dan naif, kini merasakan kenikmatan yang tersisa dari orgasme yang baru saja dialaminya.

Setelah itu, dia menarik keluar alat kelaminnya dan naik ke atas tempat tidur. Saya merasa sangat lelah dan lemas, tetapi dia justru mengajak saya untuk bangun.

“Gantian, sekarang kamu yang goyang ya!” pintanya.

Aku bingung dengan apa yang sedang terjadi. Meskipun lelah, tubuhku dengan patuh menuruti perintah untuk menindih tubuhnya yang terlentang di bawahku.


Saat ini, aku berada di atas selangkangannya dengan kemaluanku yang berada persis di dekatnya. Namun, penisnya belum masuk ke dalamnya. Tangannya memegang erat pinggangku dan mengajak pantatku untuk bergoyang, sehingga belahan vaginaku menggesek batang penisnya yang tertindih di bawah. Meskipun awalnya aku merasa dipaksa, lama kelamaan pinggulku bergoyang dengan sendirinya dan mulai menikmati kejantanannya yang masih keras.

Seakan ingin merasakan kenikmatan yang luar biasa, tubuhku kini melengkung ke belakang. Kedua tanganku menopang di pahanya, dadaku pun membusung dan bergoyang seiring gerakan pinggulku.

Dia terlihat terpesona dengan keindahan kedua buah dada saya. "Kamu begitu mempesona, sayang..." ucapnya sambil memijat lembut buah dada saya.

"Aaahhhnngg..." Aku tak bisa menahan lagi. Aku mengangkat pinggulku dan memandu penisnya untuk masuk ke dalam vaginaku...

Blesshh…

Ada kejutan kecil yang saya rasakan saat penisnya menembusku sekali lagi. Sensasi ini membuatku tergoda untuk mencapai orgasme, meskipun tidak sehebat sebelumnya.

Setelah mencapai puncak kenikmatan, aku sedikit mengangkat pinggulku dan kemudian menurunkannya lagi. Aku terus memompa penisnya agar terus menyentuh rahimku. Sensasinya begitu luar biasa. Posisi ini benar-benar berbeda dengan doggy style sebelumnya, aku sangat menikmati penetrasi penisnya. Mungkin karena kali ini aku yang mengendalikan gerakan dan tidak terlalu kasar.

Saat posisi woman on top dilakukan, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tubuhku bergerak naik-turun dengan semakin cepat dan intens hingga akhirnya... "Ahhhh..." Suara desahan tak terbendung keluar dari mulutku saat aku merasakan orgasme yang begitu memuaskan. Aku tak bisa menghitung berapa kali aku mencapai puncak kenikmatan.

Tanpa memberikan kesempatan untukku beristirahat, dia memelukku erat dan tanpa melepaskan keintimannya. Dia berganti posisi, dan sekarang aku berada di bawah dekapannya. Bibirnya dengan rakus mencium bibirku, dan lidahnya dengan lembut menjelajahi setiap sudut mulutku. Begitu nafsu kami kembali membara, dia mulai memompa keintimannya dengan penuh gairah.

Pelukannya dilepaskan dari tubuhku. Dia duduk dengan tegak, kemudian menyilangkan kedua tanganku sehingga membuat payudaraku terjepit di tengah-tengah dan menjadi membusung. Saat pinggulnya kembali bergoyang, susuku pun terombang-ambing tak karuan dibuatnya.

Sensasi ini sungguh tak tertahankan. Aku merasa kepalaku berputar dan aku mencoba menggigit bantal untuk menahan suara erangan yang ingin keluar dari mulutku. Namun, semua usahaku sia-sia saja. Kenikmatan yang kurasakan semakin membuatku tergila-gila dan suara erangan kecil terus keluar dari bibirku. Semakin beringas suaraku, semakin memompa dirinya.

“Kamu lagi subur gak?” tiba-tiba dia bertanya di tengah goyangan nya

Tentu saja aku mengerti maksudnya. Dia akan segera keluar dari kamar mandi. Meskipun aku tidak pernah memperhitungkan masa suburku, aku harus berhati-hati agar tidak hamil. Aku harus mencegah sperma masuk ke dalam rahimku. Lebih baik mencegah daripada menyesal kemudian.

“Jang..ngannn.. did…dalemm” aku menjawab sambil mengerang. “Sini.. keluar..rin.. dimm…mulutku. ajjj…ja..”

"Diam...diam...tidak...tenang," aku merintih. "Keluarlah...dari...mulutku...sekarang...ahh...ahh..."

Dia mendongakkan kepalanya menatap langit-langit hotel sambil terus memompaku. “Aku inget semua hal tentang kamu lho!

Saya masih ingat nama rumah sakit di mana kamu bekerja sebagai dokter muda. Itulah mengapa saya bisa mengunjungi tempat kerja kamu.

Saya juga ingat ketika kamu merasa sedih saat sedang PMS. 

Oleh karena itu, saya tahu betul bahwa seharusnya Kamu sedang dalam kondisi subur sekarang.

Perkataannya jelas membuatku panik, otot vaginaku jadi menegang.

Aduh.. sayangku.. oto vagina ku terus tegang, erat batang kejantananku yang kuat...

"Kamu meminta aku untuk croot di dalam mulutmu karena khawatir aku akan hamil, kan?"

Mendengar kalimat itu, tubuhku langsung merasakan kekakuan yang tak terkendali. Seperti ada kekuatan yang mengunci setiap serat ototku, membuatku tak bisa bergerak dengan bebas. Hanya leherku yang masih bisa sedikit bergerak, dan dengan cepat aku menggeleng untuk menolak pikiran jahatnya yang ingin menghamiliku.

“Gimana rasanya? Diperawanin, terus dihamilin?

“Sama orang yang cuma kamu kenal dari Fesbuk! Hahahaha….”

Aku merasa cemas, namun tubuhku tidak bisa berbuat apa-apa selain menikmati sentuhan intimnya.

Tolong! Saya mohon! Jangan di dalemmmhhhh!!

“Boleh, tapi ada dua syarat yang harus dipenuhi ahahaha..." ucapnya sambil terus memperhatikanku.

"Aku patuh! Tolong jangan memaksa aku untuk melakukan apa yang kamu inginkan... aahhh!" aku merengek. Pikiranku sudah kacau balau. Satu-satunya yang aku ingat adalah jangan sampai dia mengeluarkan sperma di dalam rahimku.

Baiklah.. hh.. hhh... yang.. pertama hh.. hhh.... kamu harus bersedia menjadi pacarku....

Air mataku mengalir deras. Sudah beberapa kali aku menolak cowok, namun baru kali ini aku terpaksa menerima kenyataan itu. Di situasi yang benar-benar tidak romantis sama sekali!

Dia tersenyum dengan senang hati saat melihatku mengangguk. Meski dalam keadaan terpaksa, namun aku dengan tegas tidak memiliki pilihan lain selain menerima tawarannya untuk menjadi pacarku.

“Kamu mau kan jadi pacarku?”

“Iyya…hahh.. hahhh..” sambil aku merintih kenikmatan akan penis nya

“Kamu mau ML sampai pagi sama pacarmu ini?”

Saat ini, dia merasa sangat percaya diri. Dia memaksa saya untuk memenuhi keinginan jahatnya sampai ia merasa puas. Tidak, ini tidak akan berakhir dengan cepat. Malam ini akan menjadi malam yang panjang dan menyedihkan bagiku.

"Dia bertanya lagi, 'Mau gak?' dan aku menjawab dengan napas tersengal, 'Iya...hhhh... Kamu...bebaskan...entot aku sampai pagi...'."

Mendengar jawabanku, dia mendekatkan wajahnya dengan penuh kasih ke hadapanku. "Terima kasih, sayang..." ucapnya sambil memberikan kecupan lembut di bibirku. Seharusnya momen ini menjadi ciuman yang penuh romantika, namun vaginaku terus-menerus disodok dengan kasar oleh kejantanannya.




"Sekarang syarat yang kedua..." katanya dengan tegas.

Aku terengah-engah dan hampir pingsan saat mendengar kata-katanya. "Appa?" tanyaku dengan suara gemetar.

"Tolong jawab pertanyaanku, sayang," ujarnya dengan nada serius.

Dia mendekatkan kepalanya ke telinga kiriku. Sodokan yang ku rasakan semakin perlahan namun semakin kuat. Kini, aku merasakan getaran kecil di dalam diriku yang bukan berasal dari otot vaginaku. Apakah ini mungkin...?

"Aku punya pertanyaan..." bisiknya dengan lembut di telingaku. "Kamu ingin memiliki anak laki-laki atau perempuan? HNGGHHH!!!"

Ketika aku bertanya, penisnya tiba-tiba berhenti bergerak dan menancap dalam-dalam hingga mencapai titik maksimal. Bibirnya menutup mulutku yang sedang mengerang ketika jutaan sel sperma menyemprot berkali-kali di dalam vaginaku.

Meskipun hatiku hancur, vaginaku malah merasakan orgasme yang luar biasa karena sensasi hangat yang membanjiri rahimku. Tubuhku kembali mengkhianatiku, tapi aku tak bisa menolak kenikmatan yang begitu intens. 

Jujur aku sangat menikmati Penis nya yang Besar dan Berutal itu.

Posting Komentar

0 Komentar