Pasien Saya Memaksa Untuk Berhubungan Sex

Pasien Saya Memaksa Untuk Berhubungan Sex



Sudah tiga tahun sejak aku membuka praktek dan semuanya berjalan dengan lancar seperti dokter umum pada umumnya. Pasien-pasien yang datang ke tempat praktekku mayoritas menderita penyakit ringan seperti radang, flu, sakit perut, atau gangguan pencernaan. Aku merasa senang karena hubunganku dengan para pasien sangat baik. 

Mereka puas dengan hasil diagnosisku dan banyak dari mereka yang menjadi pasien tetap, artinya mereka sering kali berkonsultasi tentang kesehatan mereka kepada ku. Baru-baru ini, saat aku iseng memeriksa file-file pasien, aku terkejut mengetahui bahwa 70% dari pasienku adalah ibu-ibu muda berusia antara 20 hingga 30 tahun. Aku tidak tahu mengapa hal ini terjadi.


"Mungkin ada dokter tampan dan penuh kebaikan," kata Nia, suster yang selama ini telah membantu saya.

"Aduh, kamu selalu bisa mengatakan hal-hal seperti itu," sahut Tuti, yang bertugas mengurus administrasi praktek saya.

Tahu nggak, sehari-hari aku dibantu oleh dua wanita hebat itu. Mereka semua udah menikah. Aku juga udah menikah dan punya satu anak cowok yang baru berumur 2 tahun. Sekarang umurku udah mendekati 30 tahun.

Aku juga selalu mengikuti sumpah dan etika dokter dalam merawat pasien. Aku selalu dengan penuh perhatian mendengarkan keluhan mereka, dan nggak pelit waktu. Mungkin itulah yang bikin para ibu muda datang ke tempatku. Bahkan, mereka nggak cuma curhat soal penyakitnya, tapi juga masalah rumah tangga dan hubungan dengan suami. Aku selalu menanggapinya dengan profesional, nggak mau terlibat secara pribadi, karena aku mencintai istriku.

Semua berjalan seperti biasa, hingga suatu hari Ny. Varia tiba di meja praktekku. Saya harus mengakui, wanita muda ini sangat cantik dan seksi. Kulitnya kuning bersih seperti kebanyakan wanita keturunan Tionghoa, wajahnya mirip bintang film Hong Kong yang saya lupa namanya, tubuhnya langsing dan tinggi, dan yang paling mencolok adalah dadanya yang menonjol ke depan, bulat dan tegak. Terlebih lagi, sore itu dia mengenakan blouse bahan kaos yang ketat bergaris horizontal kecil-kecil berwarna krem, yang semakin mempertegas keindahan bentuk payudaranya.

Dengan mengenakan rok mini berwarna coklat tua yang membuat kakinya terlihat mulus, Varia, seorang pasien berusia 28 tahun, datang ke klinik. Saya menyapanya dengan ramah.

"Ada apa, Bu?" tanyaku.

Varia menjawab, "Dok, saya merasa sesak napas, hidung tersumbat, dan perut saya terasa mules."

"Sakit saat menelan?" tanyaku.

Varia mengangguk, "Ya, Dok."

"Apakah tubuhnya terasa panas?"

Sambil menempelkan telapak tangannya ke dagunya, Varia menjawab, "Agak panas, Dok."

Sepertinya dia mengalami radang tenggorokan.

"Lalu, mulesnya terasa di bagian belakang juga, Bu?"

"Iya, Dok," jawab Varia.

"Sudah berapa kali ini terjadi sejak pagi tadi?"

Varia berpikir sejenak, "Hmm... dua kali, Dok."

"Apa Bu ingat apa saja yang Bu makan kemarin?"

Varia berpikir sejenak, "Hmm... rasanya tidak ada yang istimewa. Saya hanya makan seperti biasa di rumah."

"Bagaimana dengan buah-buahan?"

"Oh ya, kemarin saya makan dua buah mangga," jawab Varia.

"Sekarang, coba Bu berbaring di sana. Saya akan memeriksa dulu."

Saat sang ibu muda menaikkan kakinya ke atas dipan yang agak tinggi, terlihatlah paha putih mulusnya yang memukau.

Seperti biasa, aku akan memeriksa pernafasannya terlebih dahulu. Namun, aku sempat bingung ketika melihatnya. Bukan karena dadanya yang tetap menonjol meskipun dia berbaring, melainkan karena kaos yang dipakainya tidak memiliki kancing di tengahnya. Seharusnya dia memakai baju yang memiliki kancing di tengahnya agar aku dapat dengan mudah memeriksanya.

Stetoskopku sudah terpasang di kuping Ny. Varia, rupanya dia tahu betapa bingungnya aku. Dia juga tidak kalah bingungnya.

"Hmmm, bagaimana ya, Bu?"

"Eh.. Hmmm.. Gini aja ya Dok," katanya sambil ragu-ragu melepas ujung kaos yang tertutup roknya dan menyingkap kaosnya, yang terbuka hingga mencapai puncak dua bukitnya. Perutnya yang mulus dan cup BHnya terlihat jelas.

Tubuh ibu muda ini sangat menarik. Dengan rambut putih yang halus dan rata, pusar di tengah perutnya, BH cream yang ketat menempel pada dadanya yang putih dan menjulang.

Saat itu, aku mencoba untuk tenang. Sebenarnya, aku sudah terbiasa melihat dada wanita. Namun, kali ini Ibu membuka kaosnya dengan cara yang tidak biasa, yaitu dari bawah. Meskipun begitu, aku tetap menjaga sikap profesional dan tidak ada niat sedikitpun untuk berbuat lebih.

Jika seorang wanita berbaring, biasanya payudaranya akan terlihat lebih datar. Namun, payudara dari wanita muda ini berbeda, belahan payudaranya tetap terbentuk seperti lembah sungai yang terletak di antara dua bukit.

"Maaf Bu ya .." ucapku sambil mengangkat sedikit kaosnya. Tanpa bermaksud apa-apa. Hanya agar aku bisa dengan bebas memeriksa bagian dadanya yang tersembunyi.

"Enggak masalah, Dok," kata ibu itu sambil membantuku menahan kaosnya di bawah leher.

Karena kondisi dadanya yang menggelembung, stetoskop itu seakan-akan "terpaksa" menempel erat ke lereng-lereng bukitnya.

“Ambil nafas Bu.”

Meskipun tanpa menyentuh langsung, dengan menggunakan stetoskop, aku dapat merasakan kekenyalan dan kepadatan yang luar biasa dari payudara indah ini.

Tentu saja, ada banyak lendir yang mengisi saluran pernafasannya. Ibu ini sedang mengalami radang tenggorokan yang cukup mengganggu.

"Maaf, Bu," kataku sambil mulai mengetok perutnya. Diagnosis masalah perut mulas adalah prosedur standar.

Perut jelas halus, mulus, dan padat. Dalam kasus ini, saya dapat merasakannya dengan tangan saya sendiri.

Selain itu, jelas bahwa gejalanya mirip dengan disentri, penyakit yang muncul saat musim buah.

"Cukup, Bu."

Varia bangkit dan menurunkan kakinya.

“Saya sangat sakit, Dok,” katanya. Pertanyaan yang umum. Yang tidak biasa adalah Varia terus menyingkap pakaiannya. Dengan duduk, belahan dadanya semakin tegas. Selain itu, ada hal lain yang tidak biasa.

Karena kakinya menjulur ke bawah menggapai-gapai sepatunya, rok mini coklatnya membuat paha putihnya yang mulus terlihat lebih jelas. Pemandangan ini sangat indah.

"Disentri dan radang tenggorokan"

"Disentri?""Dia perlahan menurunkan kaosnya."

"Benar, bu. Engga apa-apa kok. Nanti saya kasih obat," katanya sambil menutup dada dan perutnya dengan kaos ketat, membuatnya tetap menarik perhatian.

"Karena apa Dok disentri?" Sepasang pahanya tetap terbuka. Kenapa aku menjadi begitu nakal? Tubuh pasienku baru kali ini benar-benar "menghayati" saya. Apa sebabnya pasien ini sangat cantik? Alternatifnya, karena metode membuka pakaian yang berbeda?


Varia sudah keluar dari pembaringan dan berkata, "Bisa dari bakteri yang ada di mangga yang Ibu makan kemarin." Itu hanya kaki mulusnya dan lutut yang "tersisa".

Selain itu, saya dapat menikmati gerakan pinggulnya saat dia berjalan kembali ke tempat duduk. Saya baru saja mengetahui bahwa nyonya muda ini juga memiliki sepasang pantat yang indah dengan lingkaran. Aku menjadi lebih kurang ajar. 

"Sebenarnya ada lagi, Dok."

"Apa, Bu? Mengapa tidak langsung tadi?" Aku sudah siap untuk pulang. Ini pasien terakhir.

"Maaf, Dok... Saya khawatir... Emmm..." Dia terdiam.

"Khawatir apa, Bu?"

"Tante saya pernah terkena kanker payudara, jadi saya khawatir."

"Menurut pengetahuan saya, itu bukan penyakit yang diturunkan," kataku memotong, sudah siap-siap untuk pulang.

"Benar, Dok?"

"Ibu merasakan keluhan apa?"

"Ketika saya mengambil napas panjang, terasa ada yang sakit di dada kanan."

"Oh, itu gangguan pernafasan karena radang. Apakah ibu merasakan ada benjolan di payudara?" Tanpa disadarinya, ibu ini memegang buah dada kanannya yang benar-benar montok.

“Bisa Ibu periksa sendiri. Sarari. Periksa payudara sendiri,” kataku dengan ramah.

“Tapi saya kan engga yakin, benjolan yang kaya apa..” sang wanita terlihat khawatir.

Aku memahami kekhawatirannya, tapi aku tidak bisa memeriksa langsung. Aku punya solusi yang lebih baik.

“Begini aja Bu, Ibu saya tunjukin cara memeriksanya, nanti bisa ibu periksa sendiri di rumah, dan laporkan hasilnya pada saya,” ujarku sambil tersenyum.

Aku memeragakan cara memeriksa kemungkinan ada benjolan di payudara, dengan mengambil boneka manequin sebagai model. Wanita itu tampak lega dan berterima kasih.

“Baik dok, saya akan periksa sendiri,” ucapnya dengan senyum.

“Nanti kalau obatnya habis dan masih ada keluhan, ibu bisa balik lagi,” tambahku memberikan saran.

“Terima kasih Dok,” ucapnya sambil berpamitan.

“Sama-sama Bu, selamat sore,” balasku sambil melambaikan tangan pada wanita muda cantik dan seksi itu yang berlalu pergi.

Setelah lima hari berlalu, Ny Varia muncul kembali di tempat praktekku, kali ini sebagai pasien terakhir. Penampilannya kali ini berbeda, ia mengenakan blouse berkancing yang sangat ketat, yang dengan bangga menampilkan keindahan buah dada yang sempurna bentuknya. Tidak seperti kunjungan sebelumnya yang hanya mengenakan kaos ketat. Meskipun demikian, ia masih memadukan penampilannya dengan rok mini yang menggoda.

“Bagaimana kabarmu, Bu? Sudah pulih?”

“Sudah, Dok. Kalau makan sudah tidak sakit lagi,”

“Bagaimana dengan perutnya?”

“Sudah enak, Dok.”

“Syukurlah. Lalu, ada keluhan lain?”

“Ada, Dok. Saya khawatir dengan benjolan yang saya rasakan.”

“Sudah diperiksa?”

“Sudah, Dok. Tapi saya tidak yakin apakah itu benjolan atau tidak.”

“Apakah terasa ada?”

“Iya, Dok. Terasa kecil, tapi saya tidak yakin.”

Dokter memeriksa dan memberikan penjelasan yang membuat Bu merasa tenang.

Tiba-tiba jantungku berdegup kencang. Apakah benar dia meminta aku untuk memeriksanya? Ah, jangan terlalu khawatir.

“Maaf Dok, bisakah... Saya ingin memastikan,” katanya setelah aku diam beberapa saat.

“Jadi, maksud Ibu, ingin saya yang memeriksanya?” kataku tiba-tiba, seakan-akan tidak bisa mengendalikan diri.

"Eh .. Iya Dok," ucapnya sambil tersenyum malu-malu. Wajahnya memerah. Senyuman manis itu semakin mengingatkanku pada seorang bintang film Hongkong yang namanya entah mengapa aku masih tidak ingat.

"Baiklah, jika Ibu menginginkannya," kataku dengan perasaan gugup. Ini adalah kesempatan yang datang secara tak terduga. Tak lama lagi, aku akan menyentuh buah dada yang bulat, padat, putih, dan mulus milik nyonya muda ini!

Oh ya, Lin Chin Shia, itulah nama bintang film tersebut, jika tidak salah ejaannya.

Tanpa diminta, Varia langsung menuju tempat pemeriksaan. Dia duduk dan mengangkat kakinya, lalu langsung berbaring. Jantungku berdebar kencang saat dia mengangkat kakinya ke atas pembaringan. Sesaat, aku melihat CD hitam yang dia bawa. Pahanya terlihat seksi dan membuatku gugup. Tiba-tiba, aku merasa terangsang oleh pasien untuk pertama kalinya.

“Silakan dibuka kancingnya Bu”

Varia membuka semua kancing bajunya, sehingga aku bisa melihat pemandangan yang sama seperti sebelumnya. Perut dan dadanya tertutup oleh BH berwarna hitam yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih seperti pualam. Aku merasa terpesona oleh kecantikan Varia yang mempesona.

“Dada kanan Bu ya .”

“Benar Dok”

Dengan penuh kegugupan, aku perlahan-lahan melepaskan tali BH-nya. Tidak bisa ku hindari, jari-jariku pun ikut gemetar. Bagaimana tidak, membuka BH wanita yang cantik, rasanya seperti memulai permainan fore-play yang menggoda..

Maaf ya Bu," ucapku sambil mulai mengurut. Tanpa membuka cup-nya, aku hanya menyelipkan kedua telapak tanganku. Wow! sungguh padatnya buah dada wanita ini.

Aku mengurut pinggir-pinggir bulatan buah itu dengan gerakan berputar.

"Yang mana Bu benjolan itu?"

"Eehh... di dekat putting Dok, sebelah kanannya."

Aku memindahkan cup Bhnya ke bawah dengan hati-hati. Sekarang, lebih banyak bagian buah dadanya yang terlihat. Ini membuatku gemetar. Entah dia merasakan getaran jari-jariku atau tidak.

"Tolong bukakan saja, Dok," katanya tiba-tiba sambil tangannya langsung membuka kaitan Bhnya di punggungku tanpa menunggu persetujuanku. Oohhh, jangan begitu. Aku merasa tersiksa, tapi tidak apa-apa lah.

Cangkirnya melonggar. Daging bulat itu seakan dilepaskan. Dan Varia melepaskan cangkirnya sendiri...

Sekarang bulatan itu terlihat dengan jelas. Oh, begitu indah... benar-benar bulat, putih, halus, dan yang membuatku terpesona, putting kecilnya berwarna pink, merah jambu!

Saya melanjutkan urutan dan pencetan pada daging bulat yang menggoda ini. Tentu saja, sengaja atau tidak, beberapa kali jari saya menyentuh putting merah jambunya...

Dan... Putting itu membesar. Meskipun kecil, tapi menunjuk ke atas! Wajar saja. Wanita akan merespons ketika buah dadanya disentuh. Namun, yang tidak wajar adalah, Varia memejamkan matanya seolah sedang dirangsang!

Mungkin ada sedikit benjolan di sana, tapi ini bukan tanda kanker...

“Yang mana Bu ya .” Kini aku yang kurang ajar. Pura-pura belum menemukan agar bisa terus meremasi buah dada indah ini. Penisku benar2 tegang sekarang.

“Itu Dok . coba ke kiri lagi .. Ya .itu .” katanya sambil tersengal-sengal. Jelas sekali, disengaja atau tidak, Varia telah terrangsang .

“Oh . ini ..bukan Bu . engga apa-apa”

“Syukurlah”

"Enggak apa-apa kok," kataku sambil terus meremasinya, seharusnya sudah berhenti. Bahkan dengan nakalnya, telapak tanganku mengusapinya dengan keras! Tapi Varia membiarkan kelakuan nakalku. Bahkan dia merintih, sangat pelan, sambil terus merem! Untungnya aku cepat sadar. Aku melepaskan buah dadanya dari genggamanku. Matanya tiba-tiba terbuka, terlihat ada sinar kekecewaan sejenak.

"Cukup, Bu," kataku sambil mengembalikan cup ke tempatnya. Tapi...


New Post >> "Kembang Bunga Yang  Masih Perawan"

New Post >> "Aku Merasakan Nikmat Dari Pembantu Ku"


"Sekalian, Dok, periksa yang kiri," katanya sambil menggeser BH-nya ke bawah. Hah? Sekarang sepasang buah sintal itu terbuka sepenuhnya. Pemandangan yang menggoda... Putting kirinya pun sudah tegang...

Sejenak aku bimbang, aku teruskan atau tidak. Kalau aku teruskan, ada kemungkinan aku tak bisa menahan diri lagi, melanggar sumpah dokter yang selama ini kujunjung tinggi. Kalau aku tidak teruskan, berarti aku menolak keinginan pasien, dan terus terang rugi juga dong. Aku kan pria tulen yang normal. Dalam kebimbangan ini tentu saja aku memelototi terus sepasang buah indah ciptaan Tuhan ini.

"Kok bisa begitu, Dok?" Tanya yang tiba-tiba membuatku terkejut.

"Ah, tidak apa-apa... hanya terkesan saja," jawabku tanpa bisa mengendalikan kata-kataku. Aku merasa sedikit nakal, menggoda diriku sendiri dalam hati.

"Terkesan dengan apa, Dok?" Pertanyaan ini juga sedikit nakal. Sudah jelas sebenarnya.

"Dengan keindahan," ucapku lagi-lagi tanpa bisa menahan diri.

"Ah, dokter selalu saja... Keindahan apa, Dok?" Pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu.

"Semua hal," jawabku.

"Tidak kok, biasa saja," ucapnya. Ah, matanya... Mata yang begitu menarik!

"Saya minta maaf, Bu," ucapku sambil mengalihkan pembicaraan dan menghindari tatapan matanya.

Saat itu, aku merasakan sakit di dada kiriku dan kuremas dengan kedua tangan sesuai prosedur. Erangan yang semakin keras dan sering membuatku semakin khawatir. Matanya merem-melek, membuatku merasa bahwa ini bukanlah hal yang baik.

Tiba-tiba, Varia menuntun tanganku untuk pindah ke dada kanannya dan meremasnya dengan gerakan yang tidak biasa. Aku merasa heran, namun juga menikmati gerakan tersebut. Namun, aku sadar bahwa ini bukanlah gerakan Sarari, melainkan gerakan yang merangsang seksual.

Saat Varia semakin tak terkendali dengan rintihannya, kekhawatiran pun menyelimuti pikiranku. Aku takut kedua suster itu akan curiga. Namun, jika mereka memasuki ruangan ini, masih ada jaminan keamanan karena dipan-periksa ini ditutup dengan korden. Dan benar saja, aku mendengar suara orang yang memasuki ruang praktek. Tanpa ragu, aku memberikan isyarat untuk diam kepada Varia. Tanpa berpikir panjang, aku pun berakting seolah-olah tidak ada yang terjadi.

"Tarik napas, Bu," kataku sambil berpura-pura memeriksa. Aku bisa mendengar orang itu keluar lagi.

Tidak bisa melanjutkan ini, reputasiku yang baik selama ini bisa hancur.

"Sudah, Bu, tidak ada tanda-tanda kanker kok," kataku mencoba menenangkannya.

"Dok..." katanya dengan suara serak sambil menarik tanganku. Matanya terpejam dan mulutnya setengah terbuka. Kedua bulat matanya bergerak naik-turun mengikuti irama napasnya. Aku mengerti apa yang dia minta. Aku sudah terangsang. Tapi bagaimana mungkin aku memenuhi permintaan aneh pasienku ini? Di ruang pemeriksaan?

Gila!

Tanpa tahu bagaimana prosesnya, tiba-tiba bibir kami bersentuhan dan kami berciuman dengan penuh gairah. Rasanya manis sekali bibirnya. Namun, aku sadar kembali dan melepaskan diri.

“Dok...tolonglah,” pintanya sambil meremas celana di area kemaluanku.

“Wah, keras sekali,” ujarku.

“Tidak bisa ya, Bu?” tanyanya

“Sudah siap, Dok. Ayolah,” godaku.

“Iya, memang siap. Tapi...”

“Tolong, Dok. Aku ingin bercinta denganmu,” pintanya.

Aku tidak bisa menolaknya. Siapa yang bisa menolak kecantikan seorang wanita seperti dia?

"Nanti saja. tunggu mereka pulang", kataku akhirnya.

"Saya tidak bisa menahan." kata ibu muda itu

"Sebentar lagi." Rapatkan baju Anda dulu. "Ibu pura-pura pulang, nanti setelah mereka pergi, ibu bisa ke sini lagi," kataku akhirnya.

"Okey..okey. Bener ya, Pak."

"Bener, Bu?"

“Kok Ibu sih manggilnya, Varia aja dong”

"Ya Varia," kataku, mengecup pipinya.

"Ehhhhhhfff"

Nia masuk ketika Varia keluar.

"habis, Pak"

Dia segera berberes dan kembali rapi.

"Dokter masih ingin pulang?"

"Belum. Silakan."

"Ya, kita duluan."

Aku dengan seksama mengamati mereka berdua keluar, hingga mereka menghilang dalam kegelapan malam. Hatiku gelisah mencari-cari wanita cantik itu. Tiba-tiba, sebuah mobil baby-bens meluncur masuk dan berhenti di tempat parkir. Tubuh indahnya akhirnya muncul di hadapanku. Aku memberikan kode dengan mengedipkan mata, lalu masuk ke dalam ruang periksa, menunggu dengan penuh harap.

Varia masuk.

“Kunci pintunya” perintahku.

Sampai di ruang periksa Varia langsung memelukku, erat sekali.

“Dok …”

“Ya .Varia .”

Tidak perlu diucapkan lagi, kami langsung terlibat dalam ciuman yang penuh gairah. Lidahnya yang lincah dengan ahli menjelajahi setiap sudut mulutku. Wanita ini sungguh luar biasa, membuatku kehilangan kata-kata.

Sambil masih berpelukan, Varia dengan lembut menggeser tubuhnya ke arah pembaringan pasien. Ia menyandarkan pinggangnya pada tepian dipan, sementara matanya yang sipit menatapku dengan tajam, seolah-olah menantangku. Astaga, sungguh menakutkan...

Aku merasa tak kuat lagi, semua sumpah dan kode etik itu tak lagi berarti bagiku. Di hadapanku, ada seorang wanita muda yang cantik dan seksi, dengan sikap menantang yang membuatku terpukau.

Saat aku membuka kancing bajunya satu per satu, aku merasa gugup. Setelah semua kancing terlepas, terlihatlah dua gumpalan daging kenyal putih yang tersembunyi di balik BH hitam yang tadi aku urut dan remas-remas. Kali ini, gumpalan itu terlihat lebih menonjol karena posisinya tegak, tidak berbaring seperti saat aku meremasnya tadi. Rasanya sangat menggairahkan dan membuat jantungku berdebar kencang ...

Varia dengan gesit membuka blousenya sendiri hingga jatuh ke lantai. Dengan gerakan yang anggun, tangannya bergerak ke belakang untuk melepas kaitan Bhnya di punggung. Di saat itu, buah dadanya tampak semakin menonjol, memikat pandangan. Aku tak bisa menahan diri lagi, keinginan yang membara semakin menggelora di dalam hatiku...

Kurenggut BH hitam itu dan kubuang ke lantai, dan tiba-tiba saja, sepasang buah dada Varia yang bulat, menonjol, kenyal, putih, bersih tampak seluruhnya di hadapanku. Sepasang putingnya telah mengeras. Tak ada yang bisa kuperbuat selain menyerbu sepasang buah indah itu dengan mulutku.

“Ooohhh .. Maaassss ..” Varia merintih keenakan, sekarang ia memanggilku Mas !

Aku bingung dengan daging ini, bentuknya bulat seperti buah dada tapi kenyal banget, susah banget untuk menggigitnya. Putingnya juga unik. Selain berwarna merah jambu, puting ini kecil, menonjol, dan keras. Sepertinya, belum ada siapapun yang pernah menyentuhnya. Sjeni memang seorang ibu muda yang belum memiliki anak.

“Maaaasss .. Sedaaaap ..” Rintihnya ketika aku menjilati dan mengulumi putting dadanya.

Varia mengubah posisi bersandarnya bergeser makin ke tengah dipan dan aku mengikuti gerakannya agar mulutku tak kehilangan putting yang menggairahkan ini.


New Post >> "Gadis Smp Yang Masih Perawan"

New Post >> "Bercinta Dengan Gadis Perawan"


Lalu, dengan lembut dia merebahkan tubuhnya sambil memelukku erat. Aku pun ikut merebahkan diri dan menindih tubuhnya dengan penuh kasih sayang. Tanpa ragu, aku melanjutkan petualangan menggoda buah dada yang indah ini dengan bibirku, bergantian menjelajahi sisi kanan dan kiri dengan penuh kelembutan.

Tangannya yang tadi meremasi punggungku, tiba2 sekarang bergerak menolak punggungku.“Lepas dulu dong bajunya . Mas .” kata Varia

Saat aku bangun dari tempat tidur, aku segera melepas semua pakaianku. Namun, ketika aku hendak melepas CD-ku, Varia menghentikanku. Dia duduk di sampingku dan mulai membelai-belaikan penisku yang sudah terlihat dari celana dalamku. Aksinya membuatku semakin terangsang. Kemudian, dengan lembut, dia melepaskan CD-ku sehingga aku benar-benar telanjang di depan pasienku, seorang wanita muda yang cantik dan seksi.

Wah .. Sungguh luar biasa .." ucapnya sambil menatap ke arahku dengan penuh kekaguman..

Wah, sungguh tidak adil! Aku sudah telanjang bulat sedangkan dia masih mengenakan rok mini. Aku kembali ke tempat tidur, merebahkan tubuhnya, dan mulai melepas kaitan serta ritsleting rok pendeknya. Dengan perlahan, aku menurunkan rok pendeknya. Dan, tiba-tiba terjadi hal yang tak terduga!

Saat roknya ditarik ke bawah, aku berharap akan menemukan CD hitam yang tadi kulihat sebentar sebelum memeriksa dadanya. Namun, yang sekarang terpampang di hadapanku bukanlah CD hitam tersebut. Meskipun keduanya berwarna hitam, yang terlihat adalah bulu-bulu halus dan tipis yang tumbuh di permukaan kewanitaan Varia. Bulu-bulu tersebut tidak begitu banyak, namun alurnya terlihat jelas dari bagian tengah kewanitaannya menuju pinggir. Aku semakin bingung...

"Di mana CD-nya?" tanyaku bingung. Ternyata, CD hitam yang kucari sudah siap menemani perjalanan kami. Aku melihat Varia tersenyum tipis.

"CD-nya ada di mobil," jawabnya.

"Aku sudah mencarinya ke mana-mana," keluhku.

"Kamu harus bertanya padaku dulu," ujarnya sambil tertawa.

"Kapan kamu melepasnya?" tanyaku lagi.

"Tadi, sebelum turun," jawab Varia sambil mengambil kunci mobil. Aku merasa lega karena akhirnya bisa mendengarkan lagu favoritku selama perjalanan.

Saya mohon maaf, tapi saya tidak dapat menulis ulang teks yang Anda berikan karena mengandung konten yang tidak pantas dan tidak sesuai dengan etika profesional saya sebagai asisten virtual. Sebagai gantinya, apakah ada pertanyaan atau permintaan lain yang dapat saya bantu?

Varia kemudian mengangkat kakinya. Klitorisnya semakin terlihat, indah, dan merah muda. Aku segera meletakkan pinggulku di antara pahanya yang terbuka, merendahkan tubuhku menindihnya, dan kami kembali berciuman. Tidak lama kemudian, kami terlibat dalam keintiman yang penuh gairah, karena ...

Maass .. Masukin Mas ..Masukin penis mas donk, Varia sudah tidak tahan lagi .. Wah, dia ingin langsung saja. Sungguh, dia sangat bernafsu. Aku bangkit. Membuka pahanya lebih lebar lagi, menempatkan kepala penisku pada klitorisnya yang memerah, dan mulai menekan..

“Uuuuuhhhhhh .. Sedaaaapppp ..” Rintihnya. Padahal baru kepala penisku aja yang masuk.

Aku menekan lagi.

“Ahh enak Masss .. Ahh... “

“Ouufff .. Pelan-pelan Mas .

“Sorry …” Aku kayanya terburu-buru. Atau vagina Varia memang sempit.

Ahhh AHHHHH EMMM  .... Ahhhh......

Aku mencoba untuk tetap tenang, menusuk dengan perlahan, namun pasti... Hingga akhirnya, aku benar-benar tenggelam dalam kenikmatan itu. Ya, vaginanya memang begitu sempit. Gesekan di sekitar batang penisku begitu terasa. Oh, betapa nikmatnya...

Sprei di tempat tidur pasien itu menjadi berantakan. Dipannya berderit setiap kali aku melakukan gerakan menusuk...

“Aku suka sekali masss .. Besar banged mass...“

“Enak maasss...“

“Masukin yang dalem ya masss... Ahhhh“

“aahhhh ... ahh... eemmmmm.“ Varia sambil merem melek, akan kenikmatan yang aku berikan.

Setelah selesai, dia meminta sendiri. Tapi apakah kamu harus memenuhi semua permintaannya? Terutama ketika dia meminta untuk memeriksa buah dadanya yang indah? Siapa yang meminta kamu meraba dan memijatnya? Dan siapa yang meminta kamu melanjutkan remasan meskipun kamu sudah bilang tak ada benjolan? Kamu bisa menolaknya, tahu? Oke, kamu memintanya untuk datang lagi setelah para pegawai pulang, tapi siapa yang bisa menahan diri melihat wanita muda yang cantik ini telanjang di depan kita dan meminta untuk disetubuhi?

Begitulah, aku berbicara dengan diriku sendiri, sambil terus meningkatkan kecepatan gerakan di atas tubuhnya yang telanjang... hingga akhirnya waktunya tiba. Waktunya untuk meningkatkan intensitas. Waktunya saat hubungan seks mencapai puncaknya hampir tiba. Dan tentu saja, waktunya untuk menarik keluar penis dan mengeluarkannya di dalam perutnya, menghindari hal-hal yang lebih buruk lagi...

“Keluarin yang banyak mass“

Tapi kaki Varia menjepitku, menahan aku mencabut penisku.

Karena memang aku tak mampu menahan lagi .. Kesemprotkan kuat-kuat air maniku ke dalam tubuhnya, ke dalam vagina Varia, sambil mengejang dan mendenyut ….

Lalu aku rebah lemas di atas tubuhnya.

Tubuh yang amat basah oleh keringatnya, dan keringatku juga. …

Oh .. Baru kali ini aku menyetubuhi pasienku.

Pasien yang memiliki vagina yang “legit” ..

Aku masih lemas menindihnya ketika handphone Varia yang disimpan di tasnya berbunyi. Wajah Varia mendadak memucat. Dengan agak gugup memintaku untuk mencabut, lalu meraih Hpnya sambil memberi kode supaya aku diam.

Sambil memegang HP, Varia berdiri agak menjauh dariku, masih bugil, dan bicara agak berbisik. Aku tak bisa jelas mendengar percakapannya. Lucu juga tampaknya, orang menelepon sambil telanjang bulat! Aku memperhatikan tubuhnya dari belakang. Memang bentuk tubuhnya sangat ideal, mirip dengan bentuk tubuh gitar spanyol.

"Siapa Varia?" tanyaku dengan rasa penasaran.

"Koko, Suamiku," jawabnya dengan tiba-tiba aku merasa bersalah.

"Curiga ya dia," gumamku dalam hati.

"Ah, enggak," katanya sambil melompat ke pelukanku.

"Varia bilang, masih belum dapat giliran, nunggu 2 orang lagi," lanjutnya.

"Suamimu tahu kamu ke sini?" tanyaku khawatir.

"Iya dong, memang Varia mau ke dokter," jawabnya sambil memelukku erat.

"Terima kasih ya Mas... nikmat sekali... Varia puas," ucapku dengan rasa syukur.

"Ah, masa..."

"Benar sekali, Mas memang hebat dalam bermain."

"Aduh, tidak perlu berbasa-basi."

"Betul, Mas. Malah Varia ingin bermain lagi."

"Aduh, sudahlah, mari kita beres-beres, suamimu sudah menunggu."

"Nanti lain kali Varia ingin bermain lagi, ya Mas."

"Kita lihat saja nanti...mungkin akan bermain lagi."

"Jangan khawatir, Varia menggunakan IUD kok." Inilah jawaban yang saya harapkan.

"Oh ya...?"

Si Koko masih belum berencana untuk memiliki anak. Saat kami sedang berberes.

Varia mengambil BH dan blusenya yang tergeletak di lantai. Ia memilih untuk mengenakan blusenya terlebih dahulu, sementara BH-nya dimasukkan ke dalam tas tangan. Saya penasaran dan bertanya, "Kok BH-nya enggak dipakai?" Varia hanya menjawab, "Entar aja di rumah."

“Entar curiga lho, suamimu”

“Ah, dia pulangnya malem kok, tadi nelepon dari kantor”


New Post >> "Tante Naya, Pesona yang Menggoda"

New Post >> "Gadis Perawan Tukang Jamu Yang Mulus"


Dia dengan hati-hati mengancing satu per satu kancing blousenya, lalu mengambil roknya. Wanita muda ini begitu seksi, baru saja aku berhubungan intim dengannya. Blouse ketatnya membentuk bulatan dada yang indah tanpa menggunakan bra. Dada itu bergetar ketika dia mengenakan rok mini-nya. Aku merasa terangsang lagi... Cara Varia begitu menggoda ketika mengenakan rok sambil sedikit bergoyang. Terlebih lagi, aku tahu bahwa di balik blouse itu tidak ada penghalang lagi...

Setelah melihatmu, aku terpesona dengan cara kamu memakai dan mengenakan bajumu.

"Aduh, kamu terlihat sangat seksi..."

"Apa? Bajumu belum kamu pakai?"

"Nanti saja, aku ingin mandi dulu."

Setelah selesai berpakaian, Varia memelukku erat, sementara aku masih telanjang, dadanya yang berisi terasa terjepit di dadaku.

"Varia, pulanglah dulu ya, nanti kita bisa bertemu lagi."

"Iya, deh. Siapa yang bisa menolak..." Tapi, mengapa penisku bangun lagi...

“Eh .. Bangun lagi ya ne ..”  Ternyata varia menyadarinya.

Aku tidak berani menjawab, hanya balas memeluknya.

“Mas mau lagi .?”

“Ah . kamu kan ditunggu suami kamu”

“Masih ada waktu kok …” katanya mulai menciumi wajahku.

“Udah malam Varia, lain waktu aja”

Varian tidak memberikan jawaban, tetapi justru meremas penis saya yang sudah tegang. Kemudian, dia membimbing saya ke meja kerja saya. Dia menggeser benda-benda yang ada di atas meja, lalu saya didudukkan di atas meja dan didorong hingga punggung saya terbaring di atas meja. Varian naik ke atas meja, melangkahi tubuh saya, menyingkap rok mini saya, memegang penis saya, dan mengarahkannya ke liang vaginanya. Kemudian, Varian menekan tubuhnya ke bawah dan duduk di atas saya.

Penisku langsung menerobos vaginanya ..

Ahh.. EEMM.. AHHHHHH ahhhhHHHAHHH ... Enak Jawab Varian

Varia bergoyang bagai naik kuda .

Sekali lagi kami bersetubuh .

Mas.. Varia mau keluar ini... Ahh ahhh uupsss hahh . Mas juga mau keluar.

Kita keluar barengan ya ? 

Iya mass..  Ahh ahhh hhhhhh ahhh Croott crrottt 

Badan Varia tiba tiba Tegang, Saat kami mencapai Klimaks .

Kali ini Varia mampu menccapai klimaks yang sangat memuaskan dia.

Lalu dia rebah menindih tubuhku .. Lemas lunglai.

“Kapan-kapan ke rumahku ya … kita main di sana ..” Katanya sebelum pergi.

“Ngaco . suamimu .?”

“Kalo dia sedang engga ada dong ..”

Baiklah, kutunggu undanganmu.

Setelah “peristiwa Varia” itu, saya merasa semakin terpukau dengan pekerjaan saya. Mendengarkan detak jantung wanita dengan stetoskop membuat saya merasa semakin tertarik, padahal sebelumnya, pekerjaan ini terasa membosankan. Terlebih lagi, semakin banyak ibu muda yang menjadi pasien saya dan banyak di antaranya yang menarik perhatian..

Posting Komentar

0 Komentar